CSR ( CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY )
1. Pengertian CSR
Corporate Social Responsibility dalam bahasa Indonesia dikenal dengan tanggungjawab sosial perusahaan sedangkan di Amerika, konsep ini seringkali disamakan dengan corporate citizenship. Pada intinya, keduanya dimaksudkan sebagai upaya perusahaan untuk meningkatkan kepedulian terhadap masalah sosial dan lingkungan dalam kegiatan usaha dan juga pada cara perusahaan berinteraksi dengan stakeholder yang dilakukan secara sukarela. Selain itu, tanggungjawab sosial perusahaan diartikan pula sebagai komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan dan masyarakat setempat (local) dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan.
Dalam hal ini belum ada definisi tunggal mengenai pengertian dari CSR. Berikut ini adalah definisi-definisi dari CSR yang antara lain:[1]
The World Business Council for sustainable Development (WBCSD), lembaga internasional yang berdiri tahun 1995 dan beranggotakan lebih dari 120 perusahaan multinasional yang berasal dari 30 negara memberikan definisi CSR sebagai “continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large”. Dalam hal ini, apabila diterjemahkan secara bebas kurang lebih berarti komitmen dunia usaha untuk terus-menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan.
Definisi lain mengenai CSR juga dilontarkan oleh World Bank yang memandang CSR sebagai “the commitment of business to contribute to sustainable economic development working with amployees and their representatives the local community and society at large to improve quality of life, in ways that are both good for business and good for development”. Apabila diterjemahkan secara bebas kurang lebih berarti komitmen dunia usaha untuk memberikan sumbangan guna menopang bekerjanya pembangunan ekonomi bersama karyawan dan perwakilan-perwakilan mereka dalam komunitas setempat dan masyarakat luas untuk meningkatkan taraf hidup, intinya CSR tersebut adalah baik bagi keduanya, untuk dunia usaha dan pembangunan. CSR forum juga memberikan definisi, “CSR mean open and transparent business practise that are based on ethical values and respect for employees, communities and environment”. Apabila diterjemahkan secara bebas, CSR berarti keterbukaan dan transparan dalam pelaksanaan usahanya yang dilandasi oleh nilai-nilai etika dan penghargaan kepada karyawan-karyawan, masyarakat setempat, dan lingkungan hidup.
Sementara itu sejumlah negara juga mempunyai definisi tersendiri mengenai CSR. Uni Eropa (EU Green Paper on CSR) mengemukakan bahwa “CSR is a concept whereby companies integrate social and environmental concerns in their business operations and in their interaction with their stakeholders on a voluntary basic”. Apabila diterjemahkan secara bebas, CSR adalah suatu konsep untuk integritas sosial perusahaan dan memperhatikan masalah lingkungan dalam operasional usahanya dan melakukan hubungan interaksi dengan stakeholders yang didasari kesukarelaan. Dalam hal ini, menurut Yusuf Wibisono, CSR didefinisikan sebagai tanggung jawab perusahaan kepada para pemangku kepentingan untuk berlaku etis, meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan (triple bottom line) dalam rangka mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
UUPT juga mengatur ketentuan mengenai CSR. Pengertian CSR diatur di dalam Pasal 1 butir (3) UUPT, dalam hal ini CSR disebut sebagai tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) yang berarti komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya
Adapun dalam pengertian lain CSR (Corporate Social Responsibility) adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggungjawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada. Contoh bentuk tanggungjawab itu bermacam-macam, mulai dari melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada.[2]
2. Konsep CSR
Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan saat ini telah menjadi konsep yang kerap kita dengar, bahkan sejak tanggal 19 Juli 2007, DPR telah menjadikan CSR sebagai ketentuan wajib dalam UU Perseroan Terbatas.[3]
Artinya, dengan UU tersebut, CSR di Indonesia telah diubah dari awalnya yang bersifat sukarela (valuntari) menjadi sebuah tanggung jawab yang diwajibkan untuk dilakukan oleh asosiasi atau pengusaha dalam rangka mengangkat kesejahteraan masyarakat sekitar atau tempat perusahaan beroperasi.
Konsep CSR sebenarnya sudah lama dikenal dalam dunia perbisnisan
internasional. Kelahirannya tidak bisa dilepaskan dari gelombang besar gerakan lingkungan hidup yang mulai memantik pada dekade 1960-an, terutama konsep pembangunan berkelanjutan yang dikeluarkan oleh Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan pada tahun 1987.
Konsep CSR sebenarnya sudah lama dikenal dalam dunia perbisnisan
internasional. Kelahirannya tidak bisa dilepaskan dari gelombang besar gerakan lingkungan hidup yang mulai memantik pada dekade 1960-an, terutama konsep pembangunan berkelanjutan yang dikeluarkan oleh Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan pada tahun 1987.
Penerapan konsep pembangunan berkelanjutan inilah yang mempengaruhi tata keIja bisnis yang ada, termasuk dengan lahirnya CSR. CSR pertama kali muncul sejak hadirnya tulisan Howard Bowen, Social Responsibility of the Businessmen tahun 1953.
CSR yang dimaksudkan Bowen mengacu kepada kewajiban pelaku bisnis untuk membuat dan melaksanakan kebijakan, keputusan, dan berbagai tindakan yang harus mengikuti tujuan dan nilai-nilai dalam suatu masyarakat. Hal ini berarti bahwa perusahan atau pelaku bisnis harus memiliki kesadaran
sosial terhadap lingkungan sekitarnya. Sejak penerbitan buku Social Responsibility of the Businessmen, definisi CSR yang diberikan Bowen memberikan pengaruh besar kepada literatur-literatur CSR yang terbit sete1ahnya.Misalnya, the World Business Council for Sustainable Development mendefinisikan CSR sebagai komitmen perusahaan untuk mempertanggungjawabkan dampak operasinya dalam dimensi sosial, ekonomi, dan lingkungan serta terus menerus dampak tersebut menyumbang manfaat kepada masyarakat dan lingkungan hidupnya. Dalam hal ini CSR berimplikasi pada konsep triple bottom hne, yaitu Profit, People dan Planet. Konsep triple bottom hne menjelaskan bahwa CSR memiliki tiga elemen penting.
sosial terhadap lingkungan sekitarnya. Sejak penerbitan buku Social Responsibility of the Businessmen, definisi CSR yang diberikan Bowen memberikan pengaruh besar kepada literatur-literatur CSR yang terbit sete1ahnya.Misalnya, the World Business Council for Sustainable Development mendefinisikan CSR sebagai komitmen perusahaan untuk mempertanggungjawabkan dampak operasinya dalam dimensi sosial, ekonomi, dan lingkungan serta terus menerus dampak tersebut menyumbang manfaat kepada masyarakat dan lingkungan hidupnya. Dalam hal ini CSR berimplikasi pada konsep triple bottom hne, yaitu Profit, People dan Planet. Konsep triple bottom hne menjelaskan bahwa CSR memiliki tiga elemen penting.
Pertama, perusahaan memiliki tanggung jawab terhadap profit, yaitu untuk meningkatkan pendapatan perusahaan. Kedua, perusahaan memiliki tanggung jawab terhadap people, yaitu untuk mensejahterakan karyawannya dan juga masyarakat. Ketiga, perusahaan bertanggung jawab terhadap planet, yaitu untuk menjaga dan meningkatkan kualitas alam serta lingkungan dimana perusahaan tersebut beroperasi. Selain konsep triple bottom line, konsep CSR juga berimplikasi pada konsep keberlangsungan (sustainable).
Dalam konsep ini aktivitas CSR dipandang sebagai cara untuk menjamin kelangsungan para pemangku kepentingan perusahaan, yaitu para shareholder dan stakeholder perusahaan. Dengan kata lain, kegiatan CSR harus bisa membantu kelangsungan hidup perusahaan.
Selain itu, CSR juga dapat membantu kelangsungan hidup karyawan, masyarakat, pemerintah, hingga lingkungan dimana perusahaan menjalankan operasi bisnisnya.Meskipun penerapan konsep CSR memang sudah mulai dilaksanakan di Indonesia. Namun, masalahnya sejak awal pemunculan hingga kini, konsep CSR di Indonesia berkesan amat moralis.
Kata “sosial’ dalam CSR lebih bermakna sebagai tindakan philantropy (kebaikan budi), bukan sebuah kewajiban. Dalam hal ini kebanyakan perusahaan menganggap bahwa ber CSR berarti memberikan sumbangan atau bantuan kepada masyarakat. Jadi hanya sekadar kegiatan yang sifatnya charity (belas kasihan) atau philantropy.
Sebenarnya konsep CSR bukanlah konsep charity atau belas kasihan semata-mata, tetapi merupakan konsep investasi untuk mengembangkan kapasitas masyarakat secara keseluruhan.
Dengan berkembangnya kapasitas masyarakat maka potensi sosial ekonomi menjadi berkembang. lnvestasi ini berkaitan dengan akumulasi dari modal sosial atau sering dinamakan social capital. Karena itu, dunia usaha menjadi sangat berkepentingan untuk membangun social capital sebagai “upaya untuk meningkatkan mutu hidup bersama dan maju bersama seluruh stakeholder”.
Dalam konteks penerapan konsep CSR di perusahaan seyogyanya kegiatan yang dikembangkan berorientasi untuk membangun daya saing masyarakat, khususnya disekitar lingkungan tempat beroperasinya. Artinya, kegiatan CSR tersebut lebih diarahkan memberikan daya ungkit yang cukup besar untuk meningkatkan pendapatan masyarakat melalui berbagai pengembangan sosial ekonomi masyarakat.
Oleh karena itu, transformasi bagi orientasi philantropy perusahaan, dari hibah sosial ke hibah pembangunan sangat diperlukan. Hal ini didasarkan pertimbangan bahwa hibah sosial umumnya adalah hibah yang diperuntukkan untuk keperluan sesaat dan bersifat konsumtif.
Sementara hibah pembangunan bersifat pengembangan atau pemberdayaan, sehingga sutainabil ity-nya lebih terpelihara. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk pemberdayaan masyarakat adalah menyiapkan kebutuhan masyarakat dalam pengembangan inovasi teknologi dan kelembagaan.
Melalui pengembangan inovasi tersebut, diharapkan implementasi CSR dapat memberikan makna yang lebih luas dari sekedar kegiatan yang sifatnya insidental, seperti pemberian bantuan untuk masyarakat miskin, korban bencana, sumbangan, serta bentuk-bentuk charity atau philantropy lainnya.
Pengembangan inovasi teknologi dan kelembagaan untuk masyarakat dimana perusahaan tersebut beroperasi seharusnya tidak dianggap cost semata, melainkan juga sebuah investasi jangka panjang bagi perusahaan yang bersangkutan. Perusahan meski yakin, bahwa ada korelasi positif antara pelaksanaan CSR dengan meningkatkanya apreasiasi dunia international maupun domestik terhadap perusahaan bersangkutan.
3. Contoh Perusahaan CSR
Banyak perusahaan-perusahaan yang melakukan program CSR sebagai pertanggung jawaban sosial perusahaan tersebut terhadap lingkungan, ekonomi, sosial budaya dsb. Sebagai salah satu contoh perusahaan yang melaksanakan program CSR ialah PT.Unilever Indonesia Tbk.
PT Unilever Indonesia Tbk yang beroperasi di Indonesia sejak tahun 1933, telah tumbuh dan berkembang bersama masyarakat Indonesia selama 75 tahun. Unilever, sebagai perusahaan yang mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap masyarakat, secara berkelanjutan menjalankan program tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) tidak hanya pada program korporasi, tetapi juga pada brand-brandnya yang 95% produknya digunakan rumahtangga. Sukses Unilever tidak dapat diraih tanpa kepercayaan masyarakat. Program sosial masyarakat yang dilakukan brand-brand Unilever di antaranya: Kampanye Cuci Tangan dengan Sabun (Lifebuoy), Program Edukasi Kesehatan Gigi dan Mulut (Pepsodent), Program Pelestarian Makanan Tradisional (Bango), Program memerangi kelaparan dan membantu anak Indonesia yang kekurangan gizi (Blue Band) dan masih banyak lagi. Dalam bidang korporasi, di bawah payung Yayasan Unilever Indonesia, Unilever menjalankan tanggung jawab sosial perusahaannya dalam bidang: program pemberdayaan masyarakat/UKM (Program Pemberdayaan Petani Kedelai Hitam), program edukasi kesehatan masyarakat (Pola Hidup Bersih dan Sehat / PHBS), Program Lingkungan (Green and Clean), dan lain-lain.
Sebagai perusahaan penyedia consumer products yang mempunyai peran penting di Indonesia, Unilever adalah produsen merek-merek terkenal di seluruh dunia yang juga terkenal di tingkat regional dan lokal, antara lain Pepsodent, Lifebuoy, Lux, Dove, Sunsilk, Clear, Rexona, Rinso, Molto, Pond's, Citra, Blue Band, Royco, Bango, Wall's dan masih banyak lagi. Sebagai perusahaan yang telah 'go public' pada tahun 1981 dan sahamnya tercatat dan diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia, Unilever memiliki komitmen kuat untuk terus maju bersama Indonesia. Pada tahun 2007 PT Unilever Indonesia Tbk berhasil meraih pertumbuhan laba besih 14% atau mencapai Rp 2 triliun, dengan pertumbuhan penjualan 11% atau mencapai Rp 12,5 triliun.
Menyusul kesuksesan Jakarta Green & Clean (JGC), PT. Unilever Indonesia, Tbk melalui merek camilan andalannya, Taro, meluncurkan program Corporate Social Responsibility (CSR) baru bertajuk Markas Petualangan Taro (MPT). Program kepedulian pada anak-anak ini mulai dijalankan oleh masyarakat pada April 2008 lalu. Unilever yang berkiprah di Indonesia sejak 1933 ini menciptakan MPT dengan tujuan untuk membentuk karakter anak yang mandiri, peduli dan kreatif melalui aktivitas petualangan dengan memanfaatkan lahan di sekitar tempat tinggal.
General Manager Yayasan Unilever Peduli, Sinta Kaniawati, memaparkan bahwa MPT merupakan anak program JGC - MPT terlahir dari program JGC yang secara holistik mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk peduli terhadap lingkungannya, tetapi juga mengajak masyarakat untuk peduli tehadap perkembangan anak di lingkungannya. Berdasarkan pengamatan tim JGC, pihaknya melihat area JGC masih kekurangan sarana untuk bermain anak, padahal lingkungan tersebut sebenarnya bisa memanfaatkan lahan yang tersedia sebagai sarana anak untuk berpetualang. Oleh karena itu pihaknya menggandeng Taro untuk menggarap program sosial kemasyarakatan yang dapat mengeliminir masalah kurangnya lahan bermain buat anak-anak.
Program MPT dikemas dengan misi agar semua anak tetap bisa tumbuh sesuai dengan kebutuhan usianya sehingga mereka berkembang dengan masa kanak-kanak yang lebih menyenangkan dan bermakna.
Berdasarkan riset yang dilakukan di area MPT oleh Propotenzia hubungan antara orang tua dan anak kurang berjalan maksimal, ini dikarenakan 83% orang tua cenderung mengalami stres. Oleh karena itu peran orang kurang efektif dalam mengasuh anak. Sehingga anak cenderung kurang optimal dalam perkembangan psikososialnya yaitu penggambaran citra diri yang negatif, kurang dapat mengendalikan emosi, kurang harmonis dengan orang tua, tidak dapat bersosialisasi.
MPT juga ditujukan untuk lebih mempererat hubungan antara anak dan ibunya melalui aktifitas petualangan yang digelar secara berkala di lingkungan masing-masing. Melalui program MPT, anak dapat kembali bebas bermain, termasuk mengenal lingkungannya di tengah kurangnya lahan bermain. Sebagai contoh lapangan badminton yang biasanya dipakai orang dewasa setiap Sabtu atau Minggu dapat digunakan menjadi ajang bermain anak-anak peserta program MPT. Melalui aktivitas petualangan yang dilakukan secara rutin selama 2 jam per minggu, anak-anak mendapat kesempatan untuk melatih dan mengembangkan kompetensi, berinteraksi dengan teman sebaya, terlibat dalam kerjasama tim, kreatif memecahkan masalah, menumbuhkan kepedulian dan mengembangkan inisiatif, mengontrol emosi serta mengevaluasi diri. Program ini juga sebagai sarana memberdayakan para Ibu untuk turut serta mendidik anak, serta mampu membuat anak memiliki haknya kembali untuk bermain.
"Program Markas Petualangan Taro mengharapkan masyarakat untuk berperan secara aktif dalam menanamkan kepedulian akan pentingnya membentuk karakter anak melalui aktifitas petualangan di lahan sekitar. MPT yang dikembangkan dan dimiliki masyarakat diharapkan akan bermanfaat, berkelanjutan dan optimal.
[1] Rosita,Corporate Social Responsibility, http://rosita.staff.uns.ac.id/2010/07/23/corporate-social-responsibility/, july 2010